BANNER-KOMINFO-KUKAR-FIX
SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SAMARINDA
dprd

BREAKING NEWS: Megawati Kembali Dikukuhkan Jadi Ketua Umum PDIP 2025–2030, Puan Maharani Tegaskan Ini Bukan Sekadar Jabatan

Foto : Ilustrasi Puan Maharani, Saat Pidato di Acara Bimtek PDI Perjuangan Di Bali

Lensakata.co, DENPASAR – Di tengah dinamika politik nasional yang penuh ketegangan, PDI Perjuangan kembali menegaskan sikap politik dan arah perjuangannya. Jumat malam (1/8/2025), Kongres ke-VI PDIP yang digelar secara tertutup di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Badung, Bali, resmi mengukuhkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP periode 2025–2030.

Pengukuhan ini mengukuhkan konsistensi dan kesinambungan kepemimpinan Megawati yang telah memegang kendali partai sejak 1999. Ia tidak hanya sosok politikus kawakan, tapi juga simbol perlawanan, ideologi, dan keberpihakan partai terhadap wong cilik.

Kongres berlangsung dalam penjagaan ketat oleh Satgas PDIP, pecalang Bali, dan aparat keamanan. Hanya Ketua, Sekretaris, dan Bendahara DPC dari seluruh Indonesia yang diperkenankan masuk ke ruang sidang utama dengan akses terbatas dan ID khusus. Tak ada keramaian berlebih, tak ada publikasi besar-besaran. Semuanya digelar senyap tapi penuh makna.

Menanggapi pengukuhan tersebut, Ketua DPP PDIP Bidang Politik Puan Maharani menyampaikan bahwa keputusan ini bukan sekadar rutinitas organisasi. Ini adalah pernyataan sikap terhadap arah perjuangan partai di tengah gelombang besar politik kekuasaan dan jebakan pragmatisme elektoral.

Banyak orang bertanya, kenapa Ibu Mega lagi? Tapi bagi kami, ini bukan soal siapa. Ini soal arah. Ibu Mega adalah jangkar ideologis kami, penuntun jalan saat badai menerpa. Ini bukan sekadar jabatan, ini amanah sejarah,” tegas Puan saat ditemui di sela-sela acara Kongres.

Lebih lanjut, Puan menyampaikan bahwa partai akan tetap solid, konsisten pada ideologi kerakyatan, dan tidak akan goyah hanya karena tekanan opini publik atau manuver politik luar.

“Kita tidak didirikan untuk ikut-ikutan arus. Kita dibentuk untuk menjadi arus itu sendiri, arus yang berpihak kepada wong cilik, kepada rakyat yang sering disisihkan dari pusat kekuasaan,” ujarnya.

Kongres ini digelar hanya satu hari setelah rampungnya bimbingan teknis nasional yang diikuti lebih dari 3.200 anggota legislatif dari semua tingkatan. Suasana yang tampak biasa di awal minggu, berubah drastis menjadi manuver politik yang mengejutkan.

Hingga Rabu malam (30/7/2025), belum ada kepastian publik terkait waktu kongres. Namun, sinyal sudah dilempar oleh Puan Maharani saat membuka bimtek di Sanur.

“Insya Allah, setelah bimtek, kita akan ada kabarnya,” ujarnya singkat, yang kini terbukti menjadi pembuka jalan bagi kongres kilat ini.

Yang menarik, kongres ini juga bertepatan dengan momen krusial: hanya berselang satu malam setelah pemerintah resmi mengumumkan pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP yang sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara atas kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap PAW Harun Masiku.

Pemberian amnesti ini ramai dikaitkan publik sebagai bagian dari manuver kompromi politik antara PDIP dan pemerintahan Prabowo Subianto. Meski belum ada pidato resmi dari Megawati, suasana kongres mengisyaratkan adanya sinyal konsolidasi dengan arah baru dalam konstelasi nasional.

Megawati yang juga Presiden kelima RI dan presiden perempuan pertama dalam sejarah Indonesia masih belum memberikan pidato terbuka pasca dikukuhkan. Namun, keheningan itu justru mempertegas gaya kepemimpinannya: tenang, tapi strategis. Diam, tapi penuh makna.

Sementara sebagian pihak berspekulasi tentang arah dukungan politik PDIP ke pemerintahan Prabowo, para kader di dalam kongres menegaskan satu hal: partai ini tetap dalam garis kerakyatan.

“Apa pun dinamika politik nasional, PDIP bukan partai yang mudah dibeli. Kita bisa berdialog, bisa bersikap bijak, tapi tidak akan pernah meninggalkan wong cilik,” ujar salah satu pengurus DPD yang enggan disebutkan namanya.

Dengan dikukuhkannya Megawati Soekarnoputri, PDIP kembali memulai babak baru perjuangan. Bukan sekadar mengincar kekuasaan, tapi menegaskan kembali bahwa keberpihakan sejati tidak pernah bersifat sementara. Itu harus diperjuangkan terus-menerus, dalam senyap atau riuh, dalam badai atau terang.

(Redaksi)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *